Komunikasi vs Komunikatif

Written by Mariani Ng Posted in Mariani Ng on Monday, 29 August 2016.

Komunikasi vs Komunikatif

Sejak kecil kita belajar komunikasi dan berusaha komunikatif.  Tangis adalah satu-satunya cara yang diketahui oleh seorang bayi untuk ekspresikan dirinya berkomunikasi dengan orang lain. Lalu bergumam, tangan mulai menggapai dan menyentuh, itu adalah cara sederhana berkomunikasi yang diketahui dan dilakukan saat kita masih bayi. Jadi sebenarnya kalau kita simak, setiap manusia sudah berusaha komunikatif sejak kecil walaupun belum tahu bagaimana berkomunikasi yang baik.

 

Lalu kemudian secara sadar kita diajari berucap oleh orang tua kita. Kita mulai berkomunikasi dengan bahasa yang dipahami oleh orang banyak dan umum, lengkap dengan tata krama mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan menurut norma keluarga, norma sosial, norma budaya, norma agama dan norma-norma lainnya. Anehnya, semakin banyak belajar komunikasi, semakin banyak orang yang tidak komunikatif.

Komunikatif, kalau saya cari di google, arti harafiahnya adalah keadaan saling dapat berhubungan (mudah dihubungi), dan juga mudah dipahami (dimengerti). Orang yang komunikatif adalah orang yang mampu berbahasa sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikannya dapat diterima dengan baik, juga mudah dihubungi (dengan arti memberi respon saat dihubungi).

 

Ternyata komunikatif tidak berbanding lurus dengan usia dan pengalaman maupun pengetahuan yang diperoleh. Bila komunikasi adalah proses penyampaian informasi, komunikatif adalah sikap yang berhubungan dengan proses tersebut. Tidak semata hanya sebagai pengirim informasi, namun juga sebagai penerima informasi. Sikap, perilaku.

 

Apakah karena semakin dewasa jadi semakin mengenal mana yang boleh dan mana yang tidak diperbolehkan, semakin banyak tahu dan akhirnya terkubur dalam belenggu ‘tidak boleh salah’?  Di sisi lain, saya juga mengamati fenomena dimana orang bebas mencantumkan status dirinya di facebook, whatsapp, telegram, instagram dan lain sejenisnya, tanpa takut salah ataupun malu. Apakah itu komunikatif atau ekspresi diri? Apa komunikatif telah berubah bentuk seiring dengan revolusi teknologi dewasa ini?

 

Prihatin bila ini dikatakan sebagai perkembangan jaman dan kemajuan karena kita justru semakin kehilangan sentuh dan rasa dalam berkomunikasi. Memang teknologi mempermudah komunikasi, terutama untuk yang jarak jauh. Alhasil juga semakin menjauhkan yang dekat. Ungkapan perasaan hanya sebatas dengan emoticon dan ungkapan kata-kata hasil berpikir, tidak lagi ada kontak mata (yang dulu dibilang sebagai jendela hati), atau senyum tulus (yang sekarang digantikan oleh berbagai senyum emoticon di HP). Orang-orang dalam satu ruangan lebih suka saling kirim message, katanya agar tertulis. Alhasil kurang interaksi temu muka dan ucapan jadi tidak bernada. Semuanya datar dan cukup puas dengan senyum bahkan tertawa terpingkal-pingkal sendiri terhadap HP di depan. Bukan dengan orang yang sedang diajak berkomunikasi di sebrang sana.

 

Lalu bagaimana dengan komunikasi yang efektif?

Itulah dinamikanya. Karena komunikasi yang efektif adalah dinamika yang memerlukan interaksi 2 orang atau lebih dalam penghantaran informasi (kirim dan terima) lengkap dengan sikap yang mendukung sehingga informasi yang diterima sama dengan yang disampaikan. Apakah akan sama persis antara informasi yang disampaikan dan diterima? Tentu tidak, itulah mengapa disebut sebagai informasi. Ketika menyampaikan informasi, seseorang berusaha menyampaikan apa yang dipikirkan seakurat mungkin. Namun saat diterima, muncul persepi dalam benak si penerima, terkait dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah dimiliki, terkait pula dengan perasaan pada saat tersebut, suka atau duka memberi respon yang berbeda. Dengan kecanggihan teknologi saat ini, ada yang hilang dalam komunikasi jaman, yakni sentuhan rasa yang turut menunjang penyampaian informasi tersebut. Semua dibaca datar, semakin menumbuhkan potensi persepsi bagi si penerima, juga semakin memberi peluang jeda waktu untuk tidak segera merespon, semakin tidak komunikatif.

 

Tulisan ini saya buat karena terinspirasi oleh keadaan di restoran suatu sore. Di mana satu keluarga sedang makan malam, ayah ibu 2 anak remaja dan 1 anak balita bersama pengasuhnya. Ayah ibu dan 2 remaja tadi sibuk main HP, si ibu bahkan tersenyum-senyum sendiri pada HP di tangan. Sementara di sisi lain si balita asyik bermain dengan pengasuhnya, celoteh dan tepuk-tepuk tangan sendiri tanpa digubris oleh orangtua maupun kakak-kakaknya di meja yang sama. Bukankah anak balita itu sedang pada saatnya belajar komunikasi? Bukankah balita itu sedang berusaha komunikatif dengan mereka semua di sana? Dengan keadaan tersebut yang menjadi respon bagi si balita, maka tanpa sadar orangtua sedang mengajarkan komunikasi tanpa komunikatif. Respon dimana orangtua dan kakak-kakaknya ada di tempatnya masing-masing sibuk main HP dan sesekali melongok lihat apakah pesanan sayur sudaha datang, lalu kembali asyik bermain HP lagi. Beberapa tahun mendatang, balita ini mungkin juga sudah punya HP-nya sendiri. Beberapa tahun lagi, anak-anak remaja tadi akan berangkat menjadi pemuda dan dewasa. Saat orangtua mulai mengeluhkan betapa generasi muda saat ini tidak bisa berkomunikasi, apakah mereka menyadari bahwa sebenarnya mereka sudah sangat mengajarkan cara komunikasi yang tidak komunikatif? Prihatin.

 

Saya juga terinspirasi oleh seorang anak remaja yang masuk sekolah pesantren dan tidak boleh main HP sama sekali di sana. Sejenak terkesan sebagai siksaan, tapi saya terkesima dan terpesona. Adakah anak ini akan  menderita? Atau sebenarnya sedang belajar komunikasi yang komunikatif sesungguhnya?

 

Semoga tulisan ini mengingatkan kita bahwa belajar banyak ilmu komunikasi tidak membuat kita sebagai orang yang komunikatif. Dan komunikatif bukanlah soal seberapa banyak kita mampu menyerap informasi dan pengetahuan kita. Komunikatif adalah sikap, yang berlandaskan pada rasa apresiasi, menghargai orang yang sedang berbicara DENGAN kita, dan juga kita berbicara DENGANnya, bukan TERHADAPnya. Dinamika dalam berkomunikasi adalah komunikasi yang komunikatif dalam artian yang sebenarnya.

 

Semoga menginspirasi.

 

29 Agustus 2016

Mariani

About the Author

Mariani Ng

Mariani Ng

She is a Founder of PT. METAMIND Tata Cendekia and the first woman in ASIA who is certified and licensed trainer of  NLP – NS trainings to provide International Certification of Meta-NLP Practitioner, International Certification of Master Practitioner.

Click here for detail

Why METAMIND?  read